Support
Support
.jpg)
Trust : Kunci Keberhasilan E-Commerce
Dalam setiap aktivitas jual beli yang namanya faktor ‘trust’ itu memang sangat penting. Trust inilah sesungguhnya yang menentukan sekali apakah sebuah transaksi jual beli bisa terwujud atau malah sebaliknya. Di dunia e-commerce saat ini, di mana pihak konsumen tidak dapat melihat langsung barang yang ingin ia beli, tentu faktor ‘trust’ harus lebih mendapat porsi perhatian yang lebih besar.
Fakta pun membuktikan, riset yang dilakukan APJII tahun lalu menunjukkan bahwa masih banyak konsumen online Indonesia yang masih tidak percaya dengan belanja online. Kondisi ini tentu harus disikapi sebagai tantangan bagi para pelaku e-commerce ketimbang menjadikannya sebagai penghambat. Di tengah bisnis e-commerce yang sedang terus berkembang, sikap pesimis justru menjadi kontraproduktif.
Menurut Edward K. Suwignyo, Head of Marketing PT. Multiply Indonesia, level ‘trust’ konsumen online masyarakat Indonesia belum pada tahap I trust I buy. “Kami melihatnya stage Indonesia itu masih dalam tahap I Click, I Pray,” ujarnya saat presentasi di acara Kamis Commerce yang diadakan idEA di Jakarta, 4 April 2013. Jadi, secara umum masyarakat Indonesia belum percaya bahwa transaksi online itu tidak masalah.
Edward pun menambahkan yang dicari oleh konsumen dalam berbelanja online pada dasarnya sederhana. “Konsumen itu ingin sesuatu yang praktis, cepat, dan aman. Indonesia sedang mengarah ke arah sana,” pungkasnya. Di Multiply sendiri, menurut Edward, ada dua circle of trust yang mereka galakkan untuk membangun kepercayaan konsumen.
“Circle of Trust di Multiply itu ada dua, yaitu bagaimana kami membangun kredibilitas dan bagaimana kami men-deliver yang namanya assurance (jaminan),” jelasnya. Bagi Multiply, selain penting, yang namanya membangun kredibilitas harus dibangun terus menerus dan selalu dijaga setiap waktu. Untuk itu, Edward pun berpendapat “Kredibilitas itu tidak bisa dibangun secara instan, harus jangka panjang,” paparnya.
Senada dengan Edward, Rolf Monteiro, CEO LivingSocial Indonesia mengatakan bahwa LivingSocial melakukan program Return and Refund Policy untuk membangun dan menjaga ‘trust’ konsumennya. Tujuannya pun sebenarnya sederhana, LivingSocial ingin para konsumennya merasakan pengalaman berbelanja yang nyaman dan menyenangkan. Sehingga, konsumen itu mau kembali mengunjungi LivingSocial.
Bahkan, karena ingin sekali menciptakan kesan yang baik bagi konsumennya, Rolf bercerita pernah melakukan return and refund hanya karena konsumennya itu tidak mendapatkan pelayanan yang baik saat liburan. “Kami ada konsumen yang beli voucher liburan ke Korea, tetapi mendapatkan service yang kurang baik dan kami refund,” ujarnya saat memberikan presentasi di acara Kamis Commerce.
Rolf mengakui itu memang beresiko dan perusahaan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Tapi, karena orientasinya adalah memberikan pengalaman berbelanja yang baik hal tersebut harus dilakukan. “Jika konsumen merasa kami sebagai perusahaan melakukan komitmen melebihi dari sekedar yang tertulis di kertas, mereka cenderung akan percaya dan kembali ke kami. Dan itu juga menjadi tantangan terbesar bagi LivingSocial,” jelasnya.
Jadi, bagi Anda yang sedang atau memulai bisnis online atau e-commerce, apa yang dilakukan Multiply dan LivingSocial ini bisa Anda jadikan contoh bagaimana membangun kepercayaan konsumen. Selamat mencoba!
translation-not-found[latest_article_public]