Support

translation-not-found[author]

Admin

admin

Danton Prabawanto: Kearifan Lokal, Kunci UKM untuk Menghadapi AFTA

Tahun 2015 akan menjadi tahun yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Hanya dalam beberapa bulan lagi, AFTA (Asean Free Trade Agreement) atau pasar bebas ASEAN akan berlaku di Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia akan dibanjiri oleh lebih banyak lagi produk asing dari negara-negara tetangga. Dengan diterapkannya AFTA, pasar Indonesia akan terintegrasi dengan pasar negara-negara di kawasan ASEAN lainnya. Para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) adalah pihak yang secara langsung akan merasakan imbas dari AFTA. Siapkah mereka menghadapi hal ini?

Dalam lima tahun terakhir, industri kreatif di Indonesia semakin ramai dengan bertambahnya jumlah usaha kecil dan menengah (UKM). Menilik data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada tahun 2012, jumlah UKM di Indonesia telah mencapai 56,5 juta unit dengan 98,9 persen. Beberapa sektor UKM antara lain, sektor pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perdagangan, hotel dan restoran, komunikasi, serta perdagangan.

Jumlah tersebut telah bertambah hingga sekitar 60 juta UKM pada tahun ini, dan diharapkan akan terus bertambah di masa depan. Apalagi, dengan kian gencarnya berbagai pihak dari dunia bisnis, pemerintahan, hingga akademisi, dalam menyebarkan semangat entrepreneurship di kalangan anak-anak muda di dalam negeri.

Jika dikaitkan dengan AFTA, posisi Indonesia dalam peta persaingan ekonomi antarnegara ASEAN tentu dapat dikatakan kuat dan signifikan. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia atau terbanyak di Asia Tenggara, serta wilayah terluas di Asia Tenggara, Indonesia juga diprediksi mampu menjadi salah satu kekuatan baru ekonomi dunia. Namun, sebelum bisa meraih “mimpi” tersebut, pertumbuhan UKM sebagai penggerak dan penopang perekonomian Indonesia harus terus digenjot.

Peluang dan Tantangan AFTA

Dibukanya pasar bebas ASEAN membuka peluang bagi para pelaku UKM di Indonesia untuk mengembangkan bisnis mereka. “Dengan adanya AFTA, banyak UKM Indonesia dapat memasuki pasar Asia Tenggara yang sebelumnya mungkin tak terjangkau oleh mereka,” kata Danton Prabawanto, pendiri PT BEON Intermedia (http://beon.co.id).

Danton sendiri bukan pemain baru di bidang UKM. Pria kelahiran Jember, 29 September 1983 ini merintis bisnis internet pada tahun 2006 dengan mendirikan PT BEON Intermedia. Salah satu layanan dari BEON adalah JagoanHosting.com, yakni layanan penyedia domain hosting.

Meski AFTA membuka peluang menarik bagi para pelaku UKM di Indonesia, namun Danton mengingatkan bahwa tantangan yang akan datang pun tak kalah berat, mengingat bahwa Indonesia adalah market yang potensial. Setiap bisnis dan investor dari negara lain pasti akan berlomba untuk masuk dan menikmati market Indonesia.

"Tantangan bagi UKM bukan hanya dalam mencari cara untuk mengembangkan bisnisnya, tetapi juga dalam memikirkan cara untuk menghadapi kompetisi pasar yang semakin sengit dan mempertahankan market yang sudah dia miliki," ujar Danton.

Selain tantangan tersebut, masih ada beberapa dampak dari AFTA yang perlu diantisipasi oleh para pelaku UKM di Tanah Air. Di antaranya adalah munculnya godaan bagi UKM untuk menjadi makelar barang-barang produksi asing, yang menawarkan keuntungan lebih besar ketimbang menjadi produsen di negeri sendiri. Hal lain yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan hadirnya barang-barang impor dengan harga lebih rendah sehingga menarik perhatian konsumen, serta kenaikan biaya tenaga kerja yang cukup tinggi dan ikut mempengaruhi biaya produksi.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Danton, UKM perlu memiliki kesiapan mental terlebih dahulu. "Selaras dengan landasan pemerintahan Indonesia yang baru, persiapan utama yang perlu dilakukan adalah melakukanrevolusi mental. Para pelaku UKM Indonesia harus mampu membangun mental mereka dan memiliki keyakinan akan kearifan lokal. Mereka juga harus berupaya menciptakan dan mengembangkan kearifan lokal itu," ungkapnya.

Danton mengingatkan, setiap kota di setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal atau ciri dan kekuatannya masing-masing. Kearifan lokal inilah yang perlu ditonjolkan sebagai kekuatan utama UKM di setiap daerah untuk menghadapi AFTA.

Selain mengedepankan kearifan lokal, UKM juga perlu meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Pasalnya, jika barang-barang impor lebih murah ketimbang barang produksi dalam negeri, tentu UKM akan kesulitan untuk bersaing karena biaya produksi di dalam negeri tinggi. Oleh karena itu, salah satu syarat mutlak untuk menarik minat masyarakat agar mau melirik produk dalam negeri adalah dengan menawarkan produk berkualitas serta pelayanan terbaik kepada konsumen. Hal ini pula yang telah dilakukan oleh Danton dengan bisnisnya.

Dalam sektor bisnis internet yang telah dia geluti, AFTA sebenarnya tidak terlalu berdampak karena sejak awal BEON sudah menghadapi kompetisi global. "Untuk dapat memenangkan kompetisi, kami harus menerapkan strategi untuk terus menjaga kualitas pelayanan BEON kepada para pelanggan. Kami terus berupaya memberikan layanan yang tidak akan pernah diterima oleh customer apabila menggunakan jasa sejenis dari penyedia di negara lain," kata Danton.

Diharapkan: Peran Pemerintah dan idEA

Meski Indonesia telah memiliki sekitar 60 juta UKM, namun jumlah tersebut masih terbilang kurang. Hal itu disebabkan masih adanya kendala yang menghambat pertumbuhan UKM di negeri ini, terutama dari sisi sumber daya manusia (SDM). Kendala ini pun menjadi tantangan yang harus diatasi oleh UKM dalam menghadapi AFTA.

"Dari sisi market, Indonesia memang memiliki potensi market terbesar di ASEAN dan banyak UKM di berbagai daerah relatif sudah memiliki kekuatan dari potensi lokal masing-masing. Namun dari sisi kualitas SDM, kemampuan UKM untuk beradaptasi dalam menghadapi gempuran produk-produk impor masih menjadi tantangan khusus," papar Danton.

Peran aktif pemerintah diakui Danton sangat penting untuk meningkatkan kompetensi SDM dan UKM Indonesia. Terkait dengan AFTA, pemerintah juga diharapkan bisa mempersiapkan regulasi untuk melindungi UKM di dalam negeri, serta memberi dukungan permodalan bagi para pelaku UKM.

Jika UKM bisa merasakan dukungan dari pemerintah, Danton meyakini sikap skeptis mereka terhadap pemerintah perlahan akan hilang dan berganti dengan rasa percaya. Oleh karena itulah, dia sendiri sebagai pelaku UKM sangat berharap pada pemerintahan yang baru saat ini.

Selain dari pemerintah, UKM juga mengharapkan peran aktif dari pihak-pihak yang terkait dengan industri UKM di Tanah Air. Salah satunya adalah Asosiasi E-Commerce Indonesia atau idEA (Indonesian E-Commerce Association). idEA merupakan organisasi yang mengumpulkan para pelaku industri e-commerce di Tanah Air.

"idEA diharapkan mampu menjadi bagian dari proses edukasi bagi UKM untuk meningkatkan standar mutu, yang meliputi hasil produksi, kecepatan delivery, serta layanan purna jual," papar Danton. Dia pun berharap idEA dapat membantu meningkatkan kompetensi dan kreativitas UKM Indonesia untuk menghadapi AFTA. "idEA juga harus mampu menjadi fasilitator bagi UKM dan pemerintah untuk menciptakan kampanye tentang kekuatan UKM lokal, serta turut berperan aktif dalam menciptakan regulasi dan kebijakan bagi pertumbuhan UKM."

Tak Perlu Takut

Pada dasarnya, Indonesia memiliki sumber daya alam dan manusia yang lebih dibandingkan dengan negara lain. Jika para pelaku UKM mampu menempatkan kekuatan sumber daya ini, niscaya mereka akan mampu bersaing dengan produsen luar negeri.

"Jika dilihat dari produk asing yang masuk, sebenarnya UKM sudah terhantam derasnya produk-produk impor yang masuk ke pasar Indonesia sejak lebih dari lima tahun terakhir," kata Danton. Karena itulah, ia yakin UKM Indonesia bisa tetap tumbuh.

Danton mengingatkan agar para pelaku UKM di Indonesia tidak merasa takut atau terancam dengan adanya AFTA. "Takut hanya akan menyesatkan. Takut hanya bagi pecundang. Spirit di lagu kebangsaan harus kita ingat dan terus kita bangun. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya," tutupnya.

(Restituta Ajeng Arjanti)